-->

Pengertian Asuransi Jiwa

- 8/12/2017
Asuransi Jiwa
Pengertian Asuransi Jiwa.  Asuransi dalam KUH Dagang adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dalam hal ini pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan premi asuransi, untuk memberikan ganti kerugian kepada tertanggung karena kerusakan, kerugian, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang ditimbulkan dari suatu peristiwa tidak pasti atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Lebih lanjut mengenai pengertian asuransi jiwa dibahas di bawah ini.

Pengertian Asuransi Jiwa menurut Purwosujipto adalah perjanjian timbal balik antara penutup (pengambil) asuransi dengan penanggung, dimana penutup (pengambil) asuransi mengikatkan diri selama jalannya pertanggungan membayar uang premi kepada penanggung, sedangkan penanggung sebagai akibat langsung dari meninggalnya orang yang jiwanya dipertanggungkan atau telah lampaunya suatu jangka watu yang diperjanjikan, mengikatkan diri untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada orang yang ditunjuk oleh penutup (pengambil) asuransi sebagai penikmatnya.

Pengertian Asuransi Jiwa Menurut UU No. 2 Tahun 1992, Asuransi Jiwa adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang diasuransikan.

Sebelum berlakunya UU No. 2 Tahun 1992, pengertian asuransi jiwa diatur dalam Staatsblad No. 101 tahun 1941. Pengertian Asuransi Jiwa adalah perjanjian untuk membayar sejumlah uang karena telah diterimanya premi yang dibayarkan oleh seseorang (tertanggung), yang berhubungan dengan hidup atau matinya seseorang, juga termasuk reasuransi di dalamnya, sedangkan asuransi kecelakaan tidak termasuk dalam asuransi jiwa.

Dengan berlakunya UU No.2 Tahun 1992, maka dinyatakan bahwa Staatsblad No. 101 Tahun 1941 tidak berlaku lagi. Oleh karena itu, tidak perlu lagi membahas asuransi jiwa berdasarkan Ordonansi ini karena sudah tidak berlaku lagi dan pengertian asuransi jiwa sudah tercakup di dalam UU No. 2 Tahun 1992 dengan jelas..

Dalam KUH Dagang tidak terdapat satu pasal pun yang memuat rumusan pengertian asuransi jiwa. Menurut ketentuan pasal 302 KUH Dagang, jiwa seseorang dapat diasuransikan untuk keperluan orang yang berkepentingan, baik itu untuk selama tertanggung hidup maupun untuk waktu yang ditentukan dalam perjanjia. Menurut ketentuan pasal 303 KUH Dagang, orang yang berkepentingan dapat mengadakan asuransi itu bahkan tanpa diketahui atau persetujuan orang yang diasuransikan jiwanya itu.

Berdasarkan kedua pasal dalam KUH dagang di atas, jelaslah bahwa setiap orang mengasuransikan untuk jiwanya sendiri, asuransi jiwa bahkan dapat diadakan untuk kepentingan pihak ketiga. Asuransi jiwa ini dapat diadakan untuk selama hidup atau selama jangka waktu tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian.

Dalam asuransi jiwa, yang menjadi beban penaggung adalah meninggalnya tertanggung. Terhadap meninggalnya tertanggung inilah yang menjadi penyebab diadakannya asuransi jiwa antara pihak tertanggung dan penanggung. Pihak penanggung dalam hal ini adaah pesusahaan asuransi jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan risiko yang dikaitkan dengan hidup atau matinya seseorang yang diasuransikan.

Apabila dalam jangka waktu yang diperjanjikan terjadi peristiwa meninggalnya pihak tertanggung, maka penanggung berkewajiban untuk membayarkan uang santunan kepada penikmat yang ditunjuk oleh tertanggung atau kepada ahli warisnya. Sejak saat pihak penanggung melunasi pembayaran uang santunan tersebut, maka saat itu juga asuransi jiwa sudah berakhir. Jika dalam jangka waktu yang telah ditentukan berakhir dan tidak terjadi apapun terhadap pihak tertanggung, maka pihak penanggung wajib membayar sejumlah uang pengembalian kepada tertanggung. Jumlah pengembalian yang dibayarkan oleh pihak penanggung sesuai dengan perjanjian yang telah ditentukan sebelumnya.

Apabila orang yang mengasuransikan jiwanya bunuh diri atau dijatuhi hukuman mat, maka asuransi jiwa dinyatakan gugur. Dalam hal ini sesuai dengan tercantum dalam Pasal 307 KUH Dagang. Dalam Pasal 306 KUH Dagang juga diatur bahwa apabila orang yang diasuransi jiwanya pada saat dilangsungkannya asuransi ternyata sudah meninggal, maka asuransinya dinyatakan gugur, meskipun tertanggung tidak mengetahui kematian tersebut, namun dikecualikan jika diperjanjikan lain.

Sumber :  
- Abdulkadir Muhammad, 2006. Hukum Asuransi Indonesia. Penerbit PT Citra Aditya Bakti : Bandung.

 

Masukkan Kata Kunci Pencarian Anda di Sini