-->

Pengertian dan Unsur Tindak Pidana

- 9/06/2017
Pidana
Pengertian tindak pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dikenal dengan istilah stratbaar feit dan dalam kepustakaan tentang hukum pidana sering mempergunakan istilah delik, sedangkan pembuat undang-undang merumuskan suatu undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana. Tindak pidana merupakan suatu istilah yang mengandung suatu pengertian dasar dalam ilmu hukum, sebagai istilah yang dibentuk dengan kesadaran dalam memberikan ciri tertentu pada peristiwa hukum pidana.

Tindak pidana mempunyai pengertian yang abstrak dari peristiwa-peristiwa yang kongkrit dalam lapangan hukum pidana, sehingga tindak pidana haruslah diberikan arti yang bersifat ilmiah dan ditentukan dengan jelas untuk dapat memisahkan dengan istilah yang dipakai sehari-hari dalam kehidupan masyarakat. (Kartonegoro, Diktat Kuliah Hukum Pidana, Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, hal 62 )

Seperti yang diungkapkan oleh seorang ahli hukum pidana yaitu Prof. Moeljatno, SH, yang berpendapat bahwa pengertian tindak pidana yang menurut istilah beliau yakni perbuatan pidana adalah: 
”Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.” (Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hal 54) 

Jadi berdasarkan pendapat tersebut di atas pengertian dari tindak pidana yang dimaksud adalah bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana senantiasa merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai atau melanggar suatu aturan hukum atau perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum yang disertai dengan sanksi pidana yang mana aturan tersebut ditujukan kepada perbuatan sedangkan ancamannya atau sanksi pidananya ditujukan kepada orang yang melakukan atau orang yang menimbulkan kejadian tersebut. Dalam hal ini maka terhadap setiap orang yang melanggar aturan-aturan hukum yang berlaku, dengan demikian dapat dikatakan terhadap orang tersebut sebagai pelaku perbuatan pidana atau pelaku tindak pidana. Akan tetapi haruslah diingat bahwa aturan larangan dan ancaman mempunyai hubungan yang erat, oleh karenanya antara kejadian dengan orang yang menimbulkan kejadian juga mempunyai hubungan yang erat pula. 

Sehubungan dengan hal pengertian tindak pidana ini Prof. DR. Bambang Poernomo, SH, berpendapat bahwa perumusan mengenai perbuatan pidana akan lebih lengkap apabila tersusun sebagai berikut:
“Bahwa perbuatan pidana adalah suatu perbuatan yang oleh suatu aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.” (Poernomo, Bambang. Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1992, hal 130) 

Adapun perumusan tersebut yang mengandung kalimat “Aturan hukum pidana” dimaksudkan akan memenuhi keadaan hukum di Indonesia yang masih mengenal kehidupan hukum yang tertulis maupun hukum yang tidak tertulis, Prof.DR. Bambang Poernomo, SH, juga berpendapat mengenai kesimpulan dari perbuatan pidana yang dinyatakan hanya menunjukan sifat perbuatan terlarang dengan diancam pidana.

Maksud dan tujuan diadakannya istilah tindak pidana, perbuatan pidana, maupun peristiwa hukum dan sebagainya itu adalah untuk mengalihkan bahasa dari istilah asing stafbaar feit namun belum jelas apakah disamping mengalihkan bahasa dari istilah sratfbaar feit dimaksudkan untuk mengalihkan makna dan pengertiannya, juga oleh karena sebagian besar kalangan ahli hukum belum jelas dan terperinci menerangkan pengertian istilah, ataukah sekedar mengalihkan bahasanya, hal ini yang merupakan pokok perbedaan pandangan, selain itu juga ditengan-tengan masyarakat juga dikenal istilah kejahatan yang menunjukan pengertian perbuatan melanggar morma dengan mendapat reaksi masyarakat melalui putusan hakim agar dijatuhi pidana.

Tindak pidana adalah merupakan suatu dasar yang pokok dalam menjatuhi pidana pada orang yang telah melakukan perbuatan pidana atas dasar pertanggung jawaban seseorang atas perbuatan yang telah dilakukannya, tapi sebelum itu mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan yaitu mengenai perbuatan pidanya sendiri, yaitu berdasarkan azas legalitas (Principle of legality) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan, biasanya ini lebih dikenal dalam bahasa latin sebagai Nullum delictum nulla poena sine praevia lege (tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa peraturan lebih dahulu), ucapan ini berasal dari von feurbach, sarjana hukum pidana Jerman. Asas legalitas ini dimaksud mengandung tiga pengertian yaitu:
  1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang.
  2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi.
  3. Aturan-aturan hukum pidana tidak boleh berlaku surut.
Tindak pidana merupakan bagian dasar dari pada suatu kesalahan yang dilakukan terhadap seseorang dalam melakukan suatu kejahatan. Jadi untuk adanya kesalahan hubungan antara keadaan dengan perbuatannya yang menimbulkan celaan harus berupa kesengajaan atau kelapaan. Dikatakan bahwa kesengajaan (dolus) dan kealpaan (culpa) adalah bentuk-bentuk kesalahan sedangkan istilah dari pengertian kesalahan (schuld) yang dapat menyebabkan terjadinya suatu tindak pidana adalah karena seseorang tersebut telah melakukan suatu perbuatan yang bersifat melawan hukum sehingga atas`perbuatannya tersebut maka dia harus bertanggung jawabkan segala bentuk tindak pidana yang telah dilakukannya untuk dapat diadili dan bilamana telah terbukti benar bahwa telah terjadinya suatu tindak pidana yang telah dilakukan oleh seseorang maka dengan begitu dapat dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan pasal yang mengaturnya.

Unsur-unsur Tindak Pidana

Dalam kita menjabarkan sesuatu rumusan delik kedalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkan sesuatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pada umumnya dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur yang terdiri dari unsur subjektif dan unsur objektif. 

Unsur subjektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Sedangkan unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu di dalam keadaan-keadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus di lakukan. (Drs. P.A.F. Lamintang, SH.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia; Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 1997, Hal n193)

Unsur-unsur subjektif dari suatu tindak pidana itu adalah:
Kesengajaan atau ketidaksengajaan (dolus atau Culpa);
Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau pogging seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 ayat 1 KUHP; 

Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat misalnya di dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain-lain; 
Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad seperti yang terdapat di dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP; 

Perasaan takut yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP.
Unsur-unsur objektif dari sutau tindak pidana itu adalah:
Sifat melanggar hukum atau wederrechtelicjkheid; 

Kwalitas dari si pelaku, misalnya kedaan sebagai seorang pegawai negeri di dalam kejahatan jabatan menurut pasal 415 KUHP atau keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu Perseroan Terbatas di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. 

Kausalitas yakni hubungan antara suatu tindak pidana sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat. 

Seorang ahli hukum yaitu simons merumuskan unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut : (DR. Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana; Jakarta, PT. Rineka Cipta, Tahun 2004, Hal 88)
  1. Diancam dengan pidana oleh hukum 
  2. Bertentangan dengan hukum 
  3. Dilakukan oleh orang yang bersalah 
  4. Orang itu dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya. 

Pengertian Tindak Pidana

Terlebih dahulu penulis akan menguraikan pengertian tentang tindak pidana atau perbuatan pidana. Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai perkataan strafbaar feit tersebut.

Istilah strafbaar feit diterjemahkan oleh pakar hukum pidana Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana, pelanggaran pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan dengan tata hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan.

Pendapat tersebut misalnya :
Menurut Simons (Sianturi, 1996:205) merumuskan bahwa:
”Strafbaar feit “ adalah suatu handeling (tindakan/perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechtmatig) dilakukan dengan kesalahan (schuld) oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab.

Kemudian beliau membaginya dalam 2 (dua) golongan unsur yaitu:
Unsur subyektif yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggungjawab (toerekeningsvatbaar) dari petindak. 

Unsur obyektif yang berupa tindakan yang dilarang/diharuskan, akibat keadaan/masalah tertentu.
Menurut Wirjono Prodjodikoro (2003:1) mengemukakan bahwa: Tindak pidana adalah pelanggaran norma-norma dalam tiga bidang yaitu hukum perdata, hukum ketatanegaraan, dan hukum tata usaha pemerintah yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana.

Menurut Moeljatno (1993:9) menyatakan istilah perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut dan merupakan perbuatan yang anti sosial.

Lain halnya dengan pendapat Zainal Abidin Farid (Andi Hamzah, 1994:86) mengusulkan pemakaian istilah:
“Perbuatan kriminal”, karena “perbuatan pidana” yang dipakai oleh Moeljatno. Itu jadi kurang tepat karena dua kata benda bersambungan yaitu “perbuatan” dan “pidana”. Sedangkan tidak ada hubungan logis antara keduanya, tetapi lebih baik dipakai istilah padanannya saja yang umum dipakai oleh para sarjana yaitu delik (dari bahasa latin delictum).

Satochid Kartanegara, (Kanter dan Sianturi, 1982:208) memakai istilah tindak pidana. Istilah tindak pidana (tindakan) mencakup pengertian/berbuat dan/atau pengertian melakukan, tidak berbuat, tidak mencakup pengertian mengakibatkan dan/atau tidak melakukan. Istilah peristiwa pidananya hanya menunjukkan kepada manusia, sedangkan terjemahan pidana untuk Strafbaar feit adalah sudah tepat.

Menurut Utrecht (Rusli Effendy, 1986:251) mengemukakan : peristiwa pidana itu meliputi suatu perbuatan hukum atau melalaikan akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikan). Istilah yang sama juga dianut oleh Zamhari Abidin (1986:21) beliau mengemukakan bahwa yang paling tepat adalah:

Menurut Zainal Abidin Farid (1981:149) menggunakan istilah delik dengan alasan-alasan sebagai berikut:
  1. Bersifat universal
  2. Bersifat ekonomis
  3. Tidak menimbulkan kejanggalan, seperti peristiwa pidana, perbuatan pidana, (bukan peristiwa, perbuatan, yang dipidanakan tetapi perbuatnnya). 
  4. Luas pengertiannya, sehingga meliputi juga delik yang diwujudkan oleh korporasi. Orang mati orang yang tidak kenal menurut hukum pidana ekonomi Indonesia.
Menurut Roeslan Saleh (1968:10) menyatakan bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh masyarakat dirasakan sebagai perbuatan yang tidak boleh atau tidak dapat dilakukan.

Menurut Van Hamel (Sianturi, 1996:205) merumuskan “strafbaar feit” itu sama dengan yang dirumuskan oleh Simons, hanya ditambahkan dengan kalimat “tindakan mana bersifat dapat dipidana”.

Menurut Vos (Sianturi, 1996:205) merumuskan “strafbaar feit” adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diancam pidana.

Menurut Jonkers (Sianturi, 1996:205) memberikan defenisi “Strafbaar feit” yaitu:
  1. “Strafbaar feit “ adalah suatu kejadian yang dapat diancam pidana oleh undang-undang.
  2. “Strafbaar feit “ adalah suatu kelakuan yang melawan hukum berhubung dilakukan dengan sengaja atau alpa oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan
Menurut Pompe (Sianturi, 1996:205) merumuskan bahwa: “Strafbaar feit “ adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum) terhadap mana pelaku mempunyai kesalahan untuk mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan menjamin kesejahteraan umum.

Menurut Moeljatno (Kanter dan Sianturi, 1982:207) menyatakan bahwa: untuk menerjemahkan istilah tersebut beliau menggunakan istilah perbuatan pidana dengan alasan: perbuatan adalah perkataan lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari, seperti: perbuatan tidak senonoh, perbuatan jahat dan sebagainya.

Menurut Utrecht (Kanter dan Sianturi, 1982:206) bahwa peristiwa pidana itu meliputi suatu perbuatan hukum atau melalaikan ataupun akibatnya (keadaan yang ditimbulkan karena perbuatan atau melalaikannya).

Menurut Rusli Effendy (1978:1) memakai istilah pidana yang menyatakan bahwa: delik perbuatan oleh hukum pidana dilarang dan diancam pidana barang siapa melanggar larangan tersebut, untuk itu disebut peristiwa pidana atau delik.

Menurut Satochid Kartanegara (Kanter dan Sianturi, 1982:208) memakai istilah tindak pidana karena istilah tindak pidana mencakup pengertian berbuat dan atau pengertian melakukan, tidak berbuat, tidak mencakup pengertian mengakibatkan istilah pidana hanya menunjukkan kepada manusia.

 

Masukkan Kata Kunci Pencarian Anda di Sini